Harga minyak dunia mengalami penurunan signifikan setelah ditandai dengan meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya konflik antara Iran dan Israel. Pada tanggal 30 Juni 2025, harga minyak mentah Brent tercatat turun 16 sen menjadi USD 67,61 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami penurunan sebesar 41 sen menjadi USD 65,11 per barel. Penurunan ini terjadi di tengah kembalinya kondisi pasar yang lebih stabil pasca pengumuman gencatan senjata antara kedua negara.

Ketegangan yang terjadi sebelumnya dipicu oleh serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni. Serangan tersebut menyulut respon cepat dari Amerika Serikat, yang melakukan bombardir terhadap fasilitas Iran, mengangkat harga minyak hingga sempat melampaui USD 80 per barel. Namun, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan berakhirnya konflik, harga minyak seketika anjlok. Tony Sycamore, analis pasar dari IG, menjelaskan bahwa pasar mulai menghapus sebagian besar premi risiko geopolitik yang sempat dijadikan acuan dalam penilaian harga.

Produksi OPEC+ Meningkat

Pressures tambahan terhadap harga minyak juga berasal dari rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi. Rencananya, kelompok produsen ini akan menambah produksi sebanyak 411.000 barel per hari pada bulan Agustus. Jika realisasi ini terjadi, maka itu akan menjadi kenaikan bulanan kelima berturut-turut setelah pemangkasan produksi diberhentikan pada April lalu. Empat delegasi dari OPEC+ mengonfirmasi langkah ini, yang diperkirakan juga akan mempengaruhi kesehatan pasar minyak secara keseluruhan.

Data Produksi AS Menunjukkan Tren Berkurang

Di sisi lain, di Amerika Serikat, jumlah rig minyak yang aktif mengalami penurunan enam unit menjadi 432 rig pada pekan lalu, yang merupakan level terendah sejak Oktober 2021. Penurunan ini bisa menjadi indikator prospek produksi minyak AS yang lebih rendah di masa mendatang.

Reaksi Global dan Implikasi Ekonomi

Dari perspektif ekonomi global, penurunan harga minyak ini bisa memberikan dampak positif bagi negara-negara yang tergantung pada impor energi. Namun, untuk negara-negara penghasil minyak, penurunan harga dapat mengguncang stabilitas anggaran yang bergantung pada pendapatan dari ekspor minyak. Meski begitu, pasar minyak menunjukkan penutupan bulan Juni yang solid, meskipun terjadi penurunan harga di minggu terakhir.

Ketidakpastian Masih Menghantui

Presiden Trump sendiri memberikan pernyataan yang kontras, di mana ia mengklaim bahwa meski gencatan senjata telah terjadi, tidak menutup kemungkinan terjadinya escalasi kembali di masa depan. Ia menggambarkan situasi kedua negara sebagai satu kondisi di mana mereka “lelah” dan “kehabisan tenaga.” Dalam konferensi persnya, Trump menegaskan bahwa dirinya berperan sebagai mediator yang berhasil meredakan ketegangan, tetapi pernyataannya tentang kemungkinan konflik di masa mendatang meninggalkan ruang bagi ketidakpastian.

Perspektif Jangka Panjang

Ke depan, OPEC+ dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan pada 6 Juli untuk membahas lebih lanjut rencana produksi mereka. Hal ini akan menjadi perhatian utama bagi pelaku pasar dan analis yang mencoba memahami tren harga minyak di masa mendatang. Gencatan senjata yang baru terjalin antara Iran dan Israel menambah dinamika yang kompleks di pasar minyak, di mana setiap keputusan pemerintah akan sangat mempengaruhi harga dan stabilitas global.

Dengan semua faktor ini, pelaku pasar akan tetap waspada untuk memantau perkembangan yang terjadi di kawasan Timur Tengah serta keputusan yang diambil oleh OPEC+. Penurunan harga saat ini mungkin hanya menjadi fase sementara jika ketegangan kembali memanas, sehingga situasi geopolitik ini harus tetap diawasi secara intens.